Selasa, 13 Desember 2016

Wawasan Nusantara dan Geopolitik


      Pengertian Wawasan Nusantara
Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional.
Menurut ketetapan MPR tahun 1993 dan 1998 tentang GBHN, wawasan nusantara merupakan wawasan nasional yang bersumber pada Pancasila dan berdasarkan UUD 1945 yang berarti cara pandang dan sikap Bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
a.       Landasan Wawasan Nusantara, wawasan nusantara memiliki dua landasan, yaitu landasan Idiil berupa Pancasila dan landasan konstitusional berupa konstitusional.
b. Unsur Dasar Wawasan Nusantara, wawasan nusantara memiliki unsur dasar diantaranya : 
      1. Wadah (Contour)
           Wadah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara meliputi seluruh wilayah Indonesia yang memiliki sifat serba nusantara dengan kekayaan alam danpenduduk serta aneka ragam budaya. Bangsa Indonesia memiliki organisasikenegaraan yang merupakan wadah berbagai kegiatan kenegaraan dalam wujudsupra struktur politik dan wadah dalam kehidupan bermasyarakat adalah berbagaikelembagaan dalam wujud infra struktur politik.
     2.    Isi (Content)
         Aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita serta tujuan nasional.
     3.    Tata laku (Conduct)
Fungsi Wawasan Nusantara
1. Wawasan nusantara sebagai konsepsi ketahanan nasional, yaitu wawasan nusantara dijadikan konsep dalam pembangunan nasional, pertahanan keamanan, dan kewilayahan.
2. Wawasan nusantara sebagai wawasan pembangunan mempunyai cakupan kesatuan politik, kesatuan ekonomi, kesatuan sosial dan ekonomi, kesatuan sosial dan politik, dan kesatuan pertahanan dan keamanan.
3.  Wawasan nusantara sebagai wawasan pertahanan dan keamanan negara merupakan pandangan geopolitik Indonesia dalam lingkup tanah air Indonesia sebagai satu kesatuan yang meliputi seluruh wilayah dan segenap kekuatan negara.
4.  Wawasan nusantara sebagai wawasan kewilayahan, sehingga berfungsi dalam pembatasan negara, agar tidak terjadi sengketa dengan negara tetangga.
   
      Tujuan
Tujuan wawasan nusantara terdiri dari dua, yaitu:
1.  Tujuan nasional, dapat dilihat dalam Pembukaan UUD 1945, dijelaskan bahwa tujuan kemerdekaan Indonesia adalah “untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darahIndonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakanketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial“.
2.  Tujuan ke dalam adalah mewujudkan kesatuan segenap aspek kehidupan baik alamiah maupun sosial, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah menjunjung tinggi kepentingan nasional, serta kepentingan kawasan untuk menyelenggarakan dan membina kesejahteraan, kedamaian dan budi luhur serta martabat manusia di seluruh dunia
 
Geopolitik Indonesia
Indonesia memiliki geopolitik yang strategis dalam interaksi global, selain posisinya di antara dua samudera dan dua benua yang merupakan peluang betapa besar peran yang bisa dimainkan di panggung internasional, juga memiliki kekayaan alam (SDA) beraneka lagi melimpah ruah. Tetapi bangsa ini tidak mampu “mengelola” secara tepat dan baik letak ke-”strategis”-an posisi dan kekayaan SDA yang dimiliki. Mungkin hanya di era BK, Indonesia mampu mengelola geopolitiknya. 
Makanya ia menggempur Belanda di Irian Barat dan “mempermainkan” Amerika Serikat. BK memahami jika Irian Barat lepas maka Biak akan dijadikan pangkalan militer terbesar di Asia Pasifik, dan nisaya bakal mengancam kedaulatan Indonesia yang baru tumbuh. Kemenangan atas Irian Barat merupakan kemenangan atas kedaulatan modal terbesar Indonesia. Di wilayah barat memiliki lumbung minyak Sumatera, Jawa dan Kalimantan, sementara di Irian Barat ada gas dan emas. Indonesia bersiap menjadi negara paling kuat di Asia. 
Sumatera adalah salah satu bukti nyata. Pulau di sebelah barat Indonesia ini tak sekadar cerita tentang pulau emas, eksotisme alam liar nan indah atau kemashyuran Sriwijaya. Secara geopolitik Sumatera ini sejatinya sangat strategis, namun celakanya banyak orang Indonesia sendiri yang tidak menyadarinya. Sumetara adalah tempat pertama sekaligus terakhir di Asia Tenggara yang ditemukan dunia perjalanan internasional (Baca Sumetara Tempo Doeloe, dari Marcopoli sampai Tan Malaka, Anthony Reid, ed). 
Sebagai semacam barikade yang dihadapkan pada titik-titik masuk maritim ke Asia bagian timur, Sumatera adalah tempat pendaratan pertama di bidang pelayaran. Emas dari rangkaian pegunungannnya, lalu kapur barus dari hutan-hutannnya, menarik para pedagang dari seluruh dunia menuju magnet Suvarna dvipa-Tanah Emas. Bukan itu saja. Beberapa jejak peninggalan tertua dari pengaruh India, Arab, dan Cina di Asia Tenggara dapat ditemukan di Sumatera.  Luar biasa!
Deli, di Sumatera Timur, sekadar ilustrasi yang lain lagi. Jika kita menelisik ke 1919, Tan Malaka dalam autobiografinya Dari Penjara ke Penjara, sudah melukiskan Deli sebagai tanah emas, surga buat kaum kapitalis. Di perbatasan Deli dengan Aceh, terdapat minyak tanah yang berpusat di Pangkalan Brandan, Pangkalan Susu, dan Perlak. 
Bahkan, di perbatasan Deli dengan Aceh terdapat besi. Seperti di Singkep, Bangka dan Belitung, di Jambi sendiri terdapat timah. Bauksit di Riau dan Alumunium terdapat di Asahan, Deli. Bahkan jika dihubungkan dengan arang di Sawahlunto dan airmancur Sungai Asahan, yang punya kodrat nomor 2 atau nomor 3 di dunia, maka bumi dan air Deli sekitarnya dapat mengadakan perindustrian berat apapun juga. Apalagi kalau nanti dapat diperhubungkan lagi dengan logam besi, timah, dan lain lain dari tanah. 
Kalau kita mempelajari dan menyerap apa yang menjadi ketahanan budaya dan ketahanan nasional negara-negara lain, Iran bisa kita jadikan contoh nyata yang paling actual. Betapa kesadaran dan wawasan geopolitik dan geostrategi para elit pemerintahan di Iran, merupakan salah satu faktor kebangkitan Iran sebagai kekuatan yang patut diperhitungkan oleh negara-negara adidaya seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Rusia dan Cina.  
Dengan segala kelebihan serta keterbatasannya mampu memaksimalkan peran geopolitik dalam perpolitikan global. Setidak-tidaknya ancaman penutupan Selat Hormuz oleh Ahmadinejad dalam psy war kemarin telah membuat “kekhawatiran” para adidaya dunia, terutama bagi jajaran negara yang sangat tergantung dari dinamika selat tersebut. Ini cuma sekilas contoh, betapa dahsyat pemanfaatan geopolitik suatu bangsa bila dikelola secara baik, bahkan dapat dijadikan geopolitic weapon
Sebagaimana diurai di atas, ilmu dan wawasan geopolitik di republik tercinta ini terdangkalkan bahkan terabaikan, sehingga bangsa ini tak mampu mensyukuri, menikmati dan mengelola karunia Tuhan Yang Maha Esa sehingga rakyat sebagai pemilik kedaulatan justru termarginal dalam kelimpahan rahmat-Nya. 
Tatkala abai terhadap geopolitik, para elit pun seperti kehabisan waktu dan energi berdebat kesana-kemari dalam derivatif berbagai paradigma serta teori sosial politik yang sebenarnya telah dihegemoni oleh kepentingan asing. Terjebak gegap diskusi pada tataran permukaan malah melupakan hal-hal yang tersirat, apalagi membahas yang di bawah permukaan. Nonsense. Bahwa debatisasi berbagai elemen bangsa kini diduga kuat telah dirajut oleh asing dan kaum komprador menjadi “industri demokrasi” dengan berbagai manufaktur dan fabrikasi, seperti perbedaan pendapat, demonstrasi, ego sektoral, konflik, parlemen jalanan dan lainnya.  
Maka inilah kemenangan wilayah simbol-simbol (kulit) namun tersungkur di ruang hakiki (substansi). Lembaga pendidikan dan pusat kajian dipompa hanya sekedar mengejar gelar serta status sosial dengan paradigma dan teori yang telah dikendalikan, berputar-putar dalam isue serta terminologi “rekayasa” (demokrasi, HAM, lingkungan dll) yang berpihak kepada kepentingan luar tetapi nihil terhadap historisme yang mutlak harus dipikul dan menjadi tanggung jawab sejarah, sosial dan realitas politik terutama bagi kepentingan nasional saat ini.
Sebagai contoh sederhana ialah maraknya berbagai konflik di tanah air sesungguhnya tak boleh dilepas dari hipotesa sebagai “hajatan asing” dalam rangka protection oil flow atau blockade somebody else oil flow. Pola yang lazim digunakan oleh kolonialisme ialah menghadirkan pasukan multinasional melalui resolusi PBB dengan alasan HAM dan kemanusiaan, lalu dikeroyok ala NATO seperti Libya atau berujung referendum sebagaimana terjadi di Sudan, Timor Timur dan lainnya. Itulah potensi yang bakal terjadi di republik ini, sementara para elit bangsa “sibuk” dengan dinamika di permukaan namun melupakan what lies beneath the surface (apa yang terkandung di bawah permukaan). Sekali lagi, lupa geopolitik ialah  awal bercokolnya “permainan asing” dan menjadi penyebab kehancuran sebuah bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar