Minggu, 25 Desember 2016

Perkawinan


Perkawinan merupakan upacara penyatuan antara seorang laki-laki dan perempuan yang belum menjadi suami istri yang akan membentuk sebuah keluarga yang diadakan dengan upacara tradisi sesuai keyakinan yang menyelimuti serangkaian acara tersebut yang banyak orang memanggilnya dengan selametan yang banyak dilakukan oleh sekalangan masyarakat yang masih terdapat tradisi dan adat yang dipacukan pada acara kedua yaitu acara pernikahan. Inilah yang membedakan dengan perkawinan masyarakat modern yang sudah tidak mengenal tradisi dan adat dalm perkawinan dan pernikahan.
Sedangkan menurut para ahli diantaranya, Geertz, Hildred Geertz, Kodiran, Koentjaraningrat, dan Hardjowirogo, bahwasannya perkawinan yang didahului oleh kegiatan meminang dilakukann oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Dengan demikian , inisiatif untuk mendatangi rumah keluarga perempuan ialah laki-laki bukan keluarga perempuan atau denga pernyataan lain para kaum laki-laki didalam proses awal terjadinya perkawinan adalah yang lebih dominan.
Namun demikian, terkait dengan perubahan sosial yang terus terjadi perubahan-perubahan pun tidak akan dapat dielakkan sehingga corak dan bentuk perkawinan pun mengalami perubahan. Diantara perubahan tersebut adalah semakin longgarnya ikatan tradsisi perkawinan. Seperti halnya di daerah perdesaan sekarang sudah banyak melupakan tradisi perkawinan yang kental menjadi upacara perkawina yang lebih modern dan keluar dari tradis yang ada, hal ini diduga karena adanya faktor eksternal yang semakin terbukanya isolasi masyarakat desa terhadap perubahan yang datang dan dianggapnya baik untuk memulai suatu perubahan.

"Daftar Pustaka" 
Soekanto, Sorjono.1990. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Penerbit Rineka


Sekurelisasi dan Sekurelisme


Sekurelisasi mengandung pengertian suatu proses pembebasan manusia dalam cara berfikirnya dan dalam segala sektor kehidupan pribadi dan masyarakat yang berwujud dalam berbagai aspek kebudayaan, dari segala yang bersifat keagamaan dan metafisika, sehingga bersifat duniawi belaka. Jika sekurelisasi menunjuk kepada suatu proses yang terjadi dalam pikiran orang seorang dan dalam kehidupan masyarakat dan negara, maka sekurelisme menunjuk kepada suatu aliran, faham, pandangan hidup, sistem atau sejenisnya yang disebut oleh individu atau masyarakat. Oleh karena itu, H. M. Rasidi mendefinisikan sekurelisme sebagai berikut, sekurelisme adalah nama sistem etika plus filsafat yang bertujuan memberi interpretasi atau pengertian kepada kehidupan manusia tanpa percaya kepada Tuhan, Kitab Suci dan Hari Kemudian.
Walaupun pada abad ke-20 ini dapat dikatakan mengalami kemunduran jika dibandingkan dengan masa jayanya, namun semangatnya berhamburan dalam berbagai aliran yang tumbuh dan hidup subur berkembang di dunia sekarang ini, baik dalam wadah materialisme, humanisme, kapitalisme, sosialisme, pragmatisme, rasionalisme, humanisme, dan sebagainya. reaksi atau sekurelisasi dan sekurelisme di dunia kristen terdapat tiga bentuk, pertama golongan yang menerimanya, golongan yang menolaknya dan tekahir golongan yang menganggapnya sebagai suatu kewajaran sambil “berkedip mata” dan was-was karena sekurelisme sarang dan persemaian yang susbur bagi tumbuhnya atheisme yang amat mengancam eksistensi agama.


“Daftar Pustaka”
Pradja Juhaya, 1987. Aliran-aliran filsafat dari rasionalitas hingga sekurelisme. Bandung: ALVA GRACIA.

Kritisisme dan Ciri-cirinya


Filsafat yang dikenal dengan kritisisme adalah filsafat yang di introdusir oleh Immanuel Kant, filsafa ini memulai peralannanya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai suber pengetahuan manusia. oleh karen itu, kritisisme sangat berbedaengan corak filsafat modern sebelumnya yang mempercayai kemampuan rasio secara mutlak. Isi utama dari kritisisme adalh gagasan Immanuek Kant tentang teori pengetahuan, etika dan estetika. Gagasan ini muncul karena adanya ptanyaan-pertanyaan mendasar yang timbul pada pikiran Imanuel Khan.
Ciri-ciri kritisisme dapat disimpulkan dalam tiga hal yaitu :
1.   Menganggap bahwa pengenalan itu berpusat pada subjek danbukan pada objek.
2.   Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau hakikat sesuatu, rasio hanyalah mampu menjangkau gejalanya atau fenomenanya saja.
3.   Menjelaskan bahwa pengenalan manusi atas sesuatu itu dipeleh atau perpaduan antara prasaan unsur a priori yang berasaldari rasio serta berupa ruan dan waktu dan peranan unsur aposteriori yang berasal dari pengalaman yang berupa materi.

“Daftar Pustaka”
Pradja Juhaya, 1987. Aliran-aliran filsafat dari rasionalitas hingga sekurelisme. Bandung: ALVA GRACIA.

Idealisme


Kata idealis dalm filsafa mempunyai arti yang sangat berbeda dari arti yang biasa dipakai dalam bahasa sehari-hari. Kata idealis itu berarti (1) seseorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika dan agama serta menghayatinya. (2) orang yang dapat melukiskan dan menganjurkan suatu rencana atau program yang belum ada. Secara ringkas idealisme mengatakan bahwa relitas terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal atau jiwa dan bukan benda material dan kekuatan. Idealisme menekankanakal sebagai hal yang lebih dahulu dari pada materi. Sebaliknya materialisme mengatakan materi itulah yang riil dan akal hanyalah fenomena yang menyertainya. Idealisme mengatakan bahwa akal itulah yang riil dan materi hanyalah merupakan produk sampingan. Dengan demikian, idealisme mengandung pengingkaran bahwa dunia ini pada dasarnya sebagai sebuah mesin besar dan harus ditafsirkan sebagaimateri, mekanisme atau kekuatan saja.

“Daftar Pustaka”
Pradja Juhaya, 1987. Aliran-aliran filsafat dari rasionalitas hingga sekurelisme. Bandung: ALVA GRACIA.